Mahiyah (Kuiditas)?
Untuk memahami perbedaan antara dua pertanyaan itu dengan mudah, seseorang bisa memperhatikan secara seksama pernyataan Ibn Sina dalam al-Isyarat wa al-Tanbihat: “Barangkali Anda memahami makna segitiga, namun Anda ragu apakah segitiga itu disifati oleh eksistensi ataukah tidak.” Perkataannya ini juga menjadi pijakan para filsuf manakala mereka memisahkan dua konsep yang berbeda itu, kuiditas dan eksistensi. Setelah Plato dan sebelum Ibn Sina, al-Farabi juga memisahkan dua konsep itu. Katanya, dalam Fushus al-Hikam, “Sesuatu yang ada di hadapan kita memiliki kuiditas dan huwiyyah.[1] Akan tetapi, kuiditas sesuatu bukanlah eksistensinya; kuiditas juga bukan bagian dari eksistensi. Apabila kuiditas manusia adalah eksistensinya, maka persepsi atas [kuiditas] manusia mestilah diiringi dengan persepsi atas eksistensinya. Sebab itu pula, setiap persepsi atas kuiditas akan sama dengan pengetahuan Anda atas eksistensinya (wujuduhu). Dengan begitu, setiap persepsi sama dengan asersi.”[2] ...