Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Surga dalam Psikologi Budaya

Kita akan membahas masalah surga. Delusi terbesar yang diyakini milyaran penduduk bumi secara berbeda beda. Tanpa melihat secara tekstual apa yang sebenarnya tertuang dalam kitab kitab suci mereka, masing masing sudah memiliki gambarannya sendiri tentang surga. Well, karena mereka sudah percaya penuh terhadap Tuhan, mereka percaya semua jenis kesenangan yang dipilihkan Tuhan, pastilah oke. Ketika imajinasi berkembang sedemikian rupa, akal sehat mati. Hampir semua sistem kepercayaan di dunia menawarkan konsep surga. Sebuah tempat yang sangat indah bagi manusia setelah manusia mati, dimana manusia akan berada kekal disana selamanya. Hal ini karena memang konsep surga diciptakan sebagai insentif agar manusia mau digerakkan kemana saja, mulai dari yang umum seperti berbuat baik dan beribadah, hingga secara sukarela meledakkan dirinya di tempat umum demi kepentingan politik orang lain. Sejauh ini, konsep Surga dalam Kristen paling membosankan. Tidak ada malam, semua bangunan terbuat...

JURU KAMPANYE PERDAMAIAN

Pernah terbayang ada kiai-kiai sepuh, dengan aura wajah penuh keteduhan, keliling kesana kemari menyerukan perdamaian? Ternyata orang semacam itu ada banyak. Mungkin tiga sosok ini bisa menjadi contoh yang sangat representatif dalam hal ini. Dan satu dari sekian banyak hal yang mempersatukan sosok-sosok ini adalah latar spiritualitasnya, yakni tasawuf. Pertama, Syaikh Abdullah bin Bayyah (lahir 1935). Ulama sepuh asal Mauritania, satu daerah di Afrika Barat, dimana para santrinya masih mempertahankan tradisi hapalan dengan papan kayu. Di negeri asalnya ini, beliau menjadi ketua majelis ulama se-Mauritania. Beliau juga menjadi delegasi tetap OKI dalam ranah kepakaran ilmu fikih. Di Saudi, beliau mengajar di Universitas King Abdul Aziz dan dikenal sebagai pakar ilmu Ushul Fiqh. Beliau meneliti dan menulis satu tema khusus dalam fikih kekinian, yakni fikih minoritas. Tahun 2013, Syaikh Abdullah bin Bayyah mendirikan Majlis Hukama al-Muslimin, satu organisasi internasiona...

UNTUK SIAPA SEJARAH DITULIS?

" ...... Jangan kamu cari arti kata-kata/tapi pahami bagaimana kata-kata itu difungsikan !" [ Gadamer ] Untuk apa dan untuk siapa sejarah ditulis ?”. Teringatlah saya dengan Bennedict R.O’ Gonnor Anderson yang telah memperbaiki tesis dan asumsi dominan selama ini yang berkembang – khususnya sejarah versi Orde Baru – tentang penyebab dan aktor Gerakan 30 September 1965. Beberapa versi selama ini mengatakan bahwa penyebab dan aktor Gerakan 30 September 1965 tersebut adalah Ketua CC PKI ketika Gerakan 30 September 1965 terjadi. DN merupakan singkatan dari Dipa Nusantara. Ada juga beberapa versi lain yang mengatakan bahwa DN adalah singkatan dari Danu Nusantara. Sebenarnya, DN merupakan singkatan dari Dja’far Nawawi Aidit. Karena Dja’far Nawawi terkesan “religius”, maka Aidit menggantinya dengan Dipa Nusantara/Danu Nusantara, sebagaimana halnya dengan tokoh komunis Sumatera Barat Chalid Salim (adik Haji Agus Salim) yang mengganti label namanya dengan Chalid Xalim....

LAGI: RIBUT AT-RIBUT di MUSIM NATAL 2016

Atribut itu artinya lebih dari satu. Bisa ciri khas, watak khas, pembawaan khas, atau unsur atau elemen struktural atau elemen pelengkap, atau hal-hal tambahan yang boleh ada atau boleh tidak ada, hal-hal komplemen. Watak khas si S misalnya murah senyum. Si C suka cemberut saat mengerjakan apapun. Si oma N suka nangis dan ngomel barengan. Si dosen T telaten sekali kalau sedang membimbing mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas akhir universitas. Atau si pemuda H suka ganti-ganti pacar tanpa kemampuan untuk memahami dan merasakan kehancuran hati mantan-mantan pacarnya. Dll. Ini atribut. Tidak esensial. Selalu relatif dan tentatif, kerap dapat berubah sejalan dengan gerak waktu, perpindahan tempat dan akumulasi pengalaman dan pengetahuan. Meskipun tidak esensial dan serba tentatif, ada atribut yang bagus, karena itu perlu dipertahankan dan diperkaya dan diperindah. Atribut sebagai elemen-elemen pelengkap selalu ada dalam semua agama, mulai dari doktrin, kredo, ritual, ...

DIALOG DENGAN TUHAN SOAL NATAL

Saat ini ada banyak pendapat yang simpang siur mengenai masalah Natal. Setiap tahun selalu saja muncul masalah dan perdebatan yan g terus berulang. Fatwa dan sweeping yang sama selalu muncul di momen akhir tahun. Oleh karena itu aku mencoba melakukan “dialog imajiner dengan Tuhan” dan bertanya langsung kepadaNya mengenai masalah yang selalu diributkan oleh sebagian orang selama ini. Berikut ini adalah dialog imajiner yang saya lakukan dengan Tuhan mengenai masalah Natal : Saya : Tuhan bolehkah saya bertanya kepadaMu tentang masalah Natal? Benarkah dosa dan haram hukumnya jika saya mengucapkan Selamat Merayakan Natal kepada saudara saya yang beragama Nasrani? Tuhan : Aku tidak menyuruh ataupun melarangmu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Aku sudah memberimu alat yang bisa kamu gunakan untuk memutuskan mana yang baik dan tidak baik untukmu yang berupa akal dan hati nuranimu. Bukan tugasKu untuk memutuskan segala sesuatu dalam hidupmu tapi kamulah yang harus ...