Salah Paham Hadits
Salah satu contoh bagaimana salah paham baca hadits adalah hadits tentang batas akhir pembayaran zakat fitrah. Selama ini kita tahunya batas akhirnya sampai Shalat Idul Fithri ditunaikan. Kalau sudah terlewat, maka zakat fitrah tidak sah. Akan jadi sedekah biasa dan bukan zakat.
Padahal ternyata tidak demikian. Sebabnya, karena teks haditsnya seolah-olah membatasi zakat fitrah hanya sampai shalat Idul Fithri saja. Kalau terlewat maka seolah-olah zakat itu sudah tidak sah. Berikut teks haditsnya :
فَمَنْ أدَّاهاَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زكَاَةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهاَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقاَتِ
Siapa yang menunaikannya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima. Dan siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka itu adalah sedekah dari sedekah-sedekah. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Siapa yang menunaikannya sebelum shalat, maka itu zakat yang diterima. Kalau sesudah shalat? Secara mafhum mukhalafah (logika pembalikan), tentu tidak sah.
DAn lafadznya juga mengesankan begitu. Disebutkan itu adalah shadaqatun minas shadaqat, yang makna harfiyahnya menjadi 'sedekah dari sedekah-sedekah'. Kalimat ini sering kali diterjemahkan sebagai ’sedekah biasa’, seolah-olah sudah bukan zakat lagi. Artinya, zakatnya tidak sah. Selama ini banyak orang mengira demikian.
* * *
Padahal kalau kita cross-chek kepada penjelasan para ulama fiqih, bahkan di kitab-kitab fiqih mazhab Asy-Syafi'iyah sekalipun, ternyata tidak demikian yang dipahami oleh para ulama.
Waktu batas akhir untuk zakat fitrah itu masih tetap berlaku meski sudah lewat shalat idul fithri. Karena ternyata waktunya terbentang hingga sepenuh hari raya, yang ditandai dengan masuknya waktu Maghrib, yaitu selesainya tanggal 1 Syawwal. Lewat Maghrib sudah masuk tanggal 2 Syawwal.
Sehingga zakat fithrah itu mau ditunaikan sebelum shalat Idul Fithri di pagi hari atau pun sesudahnya, zakatnya tetap sah. Asalkan belum masuk waktu Maghrib.
Bedanya hanya masalah keutamaan saja, dimana menunaikannya sebelum shalat di pagi hari lebih utama hukumnya. Dan kalau setelah shalat Idul Fithri jadi makruh. Makruh itu tidak haram dan tidak berdosa. Dan meski makruh tapi hukumnya tetap sah untuk dikerjakan.
Dari mana penjelasan macam ini kita peroleh?
Tentu para ulama fiqih. Sebutlah misalnya Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki. Dalam kitab Ibanatul Ahkam, beliau menyebutkan penjelasan hadits di atas sebagai berikut :
وإخراج زكاة الفطر قبل الصلاة أفضل والحكمة في ذلك أن لا يشتغل الفقير بالسؤال عن الصلاة
Penunaian zakat fitrah sebelum shalat lebih utama. Hikmah di balik itu bertujuan agar orang fakir yang menerimanya tidak melalaikan shalat karena sibuk mengemis untuk mencukupi kebutuhannya.[1]
Para ulama dalam mazhab Syafi’iyah kemudian memetakan hukum pembayaran zakat fitrah ke dalam lima waktu, yaitu waktu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
1. Waktu Wajib : Sejak akhir Ramadhan dan tanggal 1 Syawwal Syawwal. Dalam hal ini, kewajiban bayar zakat fitrah berlaku bagi orang yang mengalami hidup pada sebagian waktu Ramadhan dan sebagian waktu Syawwal meski sejenak.
2. Waktu Sunnah : pagi hari sebelum shalat Idul-fithri berlangsung.
3. Waktu Mubah : sejak masuk awal tanggal 1 Ramadhan hingga akhir Ramadhan. Tidak boleh membayar zakat sebelum masuk bulan Ramadhan.
4. Waktu Makruh : yaitu setelah shalat Idul Fitri hingga tanggal 1 Syawwal berakhir, yaitu maghrib hari raya Idul Fitri.
5. Waktu Haram : yaitu setelah tanggal 1 Syawwal berakhir.
* * *
Dengan ketentuan seperti ini, lalu bagaimana bila seseorang terlewat dari menunaikan zakat fitrahnya? Apakah tetap dia tunaikan atau tidak usah saja?
Sebenarnya bila yang dimaksud dengan terlewat dari pelaksanaan shalat Idul Fithri, maka waktunya masih ada dan zakatnya tetap masih sah untuk ditunaikan, hanya saja dari segi waktu sudah masuk kategori makruh. Meski makruh tapi hukumnya tetap sah.
Namun bila yang dimaksud dengan telat adalah belum bayar zakat padahal sudah masuk waktu Maghrib pada tanggal 1 Syawwal itu, memang waktu untuk berzakatnya sudah lewat. Kategorinya adalah haram. Namun kalau dibilang haram, bukan berarti tidak usah ditunaikan.
Yang dimaksud dengan haram disini maksudnya si pelakunya berdosa. Sedangkan kewajiban zakatnya tetap masih berlaku, hanya saja status hukumnya berubah, seperti orang shalat Shubuh kesiangan dan matahari sudah terbit, dia tetap wajib shalat Shubuh dengan status mengqadha’ shalat.
Maka zakatnya tetap ditunaikan, meski sudah lewat MAghrib. Namun dia berdosa karena keterlambatan bayar zakat. Dan status zakatnya menjadi qadha'. Secara nilai tidak ada denda apapun atas keterlambatan.
Yang membedakan hanya masalah penyebab kenapa terlambat, sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh Nawawi Al-Bantani.
Syekh Nawawi Al-Bantani, salah satu ulama nusantara dalam kitabnya yang masyhur, Nihayatuz Zain, menjelaskan hal itu sebagai berikut :
ووقت حرمة وهو ما بعد يوم العيد فإنه يحرم تأخيرها عنه وتكون قضاء يجب على الفور إن كان التأخير بلا عذر وإلا فعلى التراخي
Waktu haram pembayaran zakat fitrah adalah waktu setelah lewatnya hari raya Idulfithri (1 Syawwal) karena haram hukumnya memunda-nundanya. Namun status pembayaran adalah qadha yang wajib segera ditunaikan bila terlambatnya tanpa udzur. Tetapi jika tertundanya karena ada udzur syar’i, qadha zakat fitrahnya boleh ditunda atau ditangguhkan. [2]
Semoga Allah SWT terus menerus menambahi ilmu kita, agar kita bisa naik beberapa derajat.
Footnote :
[1] Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, (Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H), cetakan pertama, juz II, halaman 253.
[2] Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, (Bandung, Al-Maarif), hal. 176.
Komentar
Posting Komentar