Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

NU itu ...

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah kel uarga orang yang sudah meninggal : setiap hari dikirimi doa dan tumpeng. Hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia. Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa. Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya Christia Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia. Mengapa? Karena Islam I...

Keyakinan Pasca Dunia versi Buddhisme

Gambar
Buddha menerima ajaran-ajaran dasar reinkarnasi dan karma dari agama Hindu, serta gagasan bahwa tujuan utama kehidupan adalah untuk keluar dari siklus kematian dan kelahiran kembali. Buddha menegaskan bahwa apa yang membuat kita terikat pada siklus kematian dan kelahiran kembali adalah hasrat, keinginan dalam arti hasrat atau mendambakan apapun di dunia. Oleh karena itu, tujuan keluar dari siklus reinkarnasi harus melibatkan pembebasan diri dari keinginan. Nirvana adalah istilah Buddhis untuk pembebasan. Nirvana secara harfiah berarti hilang, dan mengacu pada hilangnya semua keinginan, sebuah kehilangan yang memungkinkan seseorang untuk menjadi terbebaskan. Agama Buddha berangkat dari Hindu yang paling radikal dalam doktrin tentang “ anatta ”, yaitu pemikiran bahwa individu tidak memiliki jiwa yang tetap. Bukannya jiwa yang stabil, individu terdiri dari “kumpulan” kebiasaan, kenangan, sensasi, keinginan, dan sebagainya, yang bersama-sama menipu ke dalam pem...

AYAT-AYAT KOPI

Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Abdurrohman bin Muhammad as-Saqqaf al-Husainy al-Hadramy dari marga al-Idrus (1070 H-1113 H) mengatakan dalam kitabnya Iinaasush Shofwah bi Anfaasil Qahwah: Biji kopi baru ditemukan pada akhir abad VIII H di Yaman oleh penemu kopi Mukha, Imam Abul Hasan Aliy asy-Syadziliy bin Umar bin Ibrahim bin Abi Hudaimah Muhammad bin Abdulloh bin al-Faqih Muhammad Disa’in (nasabnya bersambung hingga kepada seorang sahabat bernama Khalid bin Asad bin Abil Ish bin Umayyah al-Akbar bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay).  B eliau adalah pengikut tarekat Syadiliyah, bukan pendirinya (karena pendiri tarekat Syadiliyah, Imam Abu Hasan asy-Syadziliy telah wafat pada tahun 828 H).  Dalam penemuan biji kopi, Imam Abul Hasan mendahului Imam Abu Bakr al-Idrus. Sehingga Imam Abul Hasan Aliy adalah penemu biji kopi sedangkan Imam Abu Bakr al-Idrus adalah penyebar kopi di berbagai tempat. Beliau menggubah syair mengenai kopi sebagai beikut: ...

Konsumerisme

Oleh: Romo B. Herry-Priyono DALAM satu dari puluhan wawancara dengan pelaku bisnis pertengahan tahun 1998, saya ajukan pertanyaan sampingan kepada seorang direktur perusahaan yang sudah 16 tahun menggeluti dunia iklan, "bolehkah saya tahu bagaimana pesan yang dicitrakan kebanyakan iklan menjadi stimuli yang menentukan pola konsumsi?" Ia diam sejenak, lalu bicara. "Sebenarnya soal teknis bisa diserahkan kepada orang desain, tetapi psikologi adalah kuncinya. Ada tiga insting manusia yang menjadi sasaran utama strategi iklan dan itu luas dilakukan. Satu, memainkan insting nafsu pemilikan. Dua, memainkan insting privilese dan status. Tiga, memainkan daya tarik romantisme-sensualitas...." Bagi mereka yang meyakini bahwa "permintaan" (demand) konsumen bersifat alami, jawaban itu merisaukan. Bagi mereka yang punya "radar" untuk memahami berbagai soal konsumerisme, jawaban praktisi iklan itu seperti momen pewahyuan. Psikologi megalom...

Bisakah Sains dan Agama diintegrasikan?

Dapatkah ilmu pengetahuan dan agama diintegrasikan? Apa yang biasanya terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa agama-agama itu sendiri biasanya tidak saling sepakat satu sama lain sedangkan ilmu pengetahuan pada dasarnya monolitik. Bagaimana mungkin bisa terjadi kesepakatan antara keduanya, apalagi sebuah integrasi atau penyatuan? Pertama, itu hanyalah persepsi bahwa agama-agama adalah pluralistik atau berbeda-beda pemahaman sedangkan ilmu pengetahuan tidak. Sains adalah monolitik hanya sejauh sains materi-fisika dan kimia-yang bersangkutan. Psikologi, atau ilmu jiwa memiliki tiga paradigma-perilaku-kognitif yang berbeda yang terdiri dari orientasi psikologi ilmu keras, psikologi kedalaman yang terdiri dari psikoanalisis Freud, psikologi analitis Jung dan turunannya dengan orientasi psikoterapi, dan psikologi-humanistik-transpersonal yoga dengan orientasi kesehatan mental yang positif. Kedua paradigma psikologi terakhir ini kemudian mengakui penyebab ke bawah dan ke tubuh halus dala...

Bakat, Apa Itu?

Minggu lalu saya bertemu dengan seorang ibu. Ia bercerita tentang anaknya. Ketika lulus SMA, anaknya menyatakan ingin kuliah di bidang sinemato grafi? Apa? Jurusan apa itu? Nanti mau kerja apa? Apa bisa makan dengan profesi itu. Normalnya orang tua akan khawatir soal ini. Orang-orang berumur 40-50 tahun seperti saya dan ibu tadi adalah orang-orang yang tumbuh dan hidup dengan melihat profesi-profesi klasik seperti dokter, insisyur, akuntan, polisi, dan lain-lain sebagai sandaran hidup. Sinematografi? Bikin film? Itu profesi yang ada sejak dulu. Tapi bukan profesi orang-orang di sekitar kita. Meski semua menentang, ibu tadi mau membuka diri, mendengar keinginan anaknya. Beberapa tahun kemudian, anaknya mengundang dia untuk hadir pada festival film pendek. Di situ ia terbelalak. Anaknya menyabet penghargaan untuk film terbaik, sekaligus sutradara terbaik. "Saya menangis lama saat itu," katanya. Ibu tadi tak pernah mengira bahwa anaknya punya bakat jadi sut...