Masadepan Keyakinan Kita
Ternyata saya salah duga ketika saya pesimis dengan alam pikir bila Islam, Allah, Al Qur'an, atau Syariah selalu menjadi batasan pikir bagi semua orang sehingga membuatkan kejumudan dan kemandegan sehingga memunculkan konflik yang disengaja tak berkesudahan yang sudah berjalan ribuan tahun. Terlihat mulai banyak orang mengalami pergeseran pikir tentang semua itu sebagaimana yang telah saya alami.
Bagi orang pendek nalar pasti akan mempunyai kekhawatiran Islam akan ditinggalkan, akan musnah, kiamat, dsb. Bagi saya, hal seperti itu hanya pikiran yang muncul dari ego diri sendiri dimana dia mengharap terlaksana obsesi-obsesi dalam dirinya yang terpengaruh doktrin tertentu seperti kemulyaan hidup, surga, dsb, tentu saja sekaligus kebalikannya seperti khilafah, ketaatan penuh, semua menjadi hal Islam, dst, dimana orang seperti itu susah memandang realita yang ada sesungguhnya bila Islam hanya bagian dari sesuatu dalam hidup ini. Jadi memandang semua adalah Islam, dan Islam harus pada semua hal jelas itu adalah ketertipuan pikir.
Kita harusnya tidak perlu takut dengan kiamat, mati, dsb, bukankan semua itu pasti akan terjadi. Maka tentu bagi yang merasa sebagai orang religius dan spiritual akan mempersiapkan dengan karya yang baik dalam kehidupan.
Bila ada yang beranggapan saya menghujat dan memusuhi Islam, monggo silahkan. Saya tidak bicara dengan konteks permusuhan meski mungkin dianggap seperti itu oleh orang-orang yang berpikir Islami. Hanya saja sebenarnya saya merasa peduli pada agama ini dimana nilainya semakin jauh dari maksud suatu agama dan sudah bergeser menjadi politik. Karena inilah kenapa konflik terutama internal Islam semakin parah karena agama ini memang hendak dirubah sepenuhnya menjadi mesin politik yang sangat biadab.
Apakah Islam masih bisa diperbaiki atau mulai ditinggalkan banyak orang dan diganti dipenuhi oleh orang-orang bodoh dan biadab ? Semua itu belum diketahui. Kita tidak tau apa yang bakalan terjadi puluhan atau ratusan tahun mendatang. Bagaimana warna Islam kelak, apakah penuh dengan persimbahan darah dan mayat bergelimpangan dikorbankan untuk memenuhi kalimat-kalimat tertentu yang dianggap sebagai cahaya dan kebenaran Islam, atau benar-benar berubah dengan warna baru yang lain dan membawa pada pencerahan dalam peradaban masa depan.
Saya tidak takut Allah, selama itu hanya konseptual yang tidak bisa dibuktikan secara interaktif, dan meski bisa dibuktikan secara interaktif tetapi Dia malah marah-marah saya tidak menganggap seperti itu Tuhan semesta Alam, bisa jadi hanya tekonologi buatan tertentu dari planet Nibiru misalnya. Bagaimana Tuhan semesta alam marah hanya karena soal sepele, yaitu, pemenuhan ego untuk selalu dilayani kebeutuhan penyembahan-Nya. Bukankah seperti itu mental anak-anak kecil manusia. Saya tidak takut ayat-ayat Al Qur'an sebab, ayat-ayat itu hanya diam, manusia-lah yang menggerakkan sesuai keinginan masing-masing. Saya tidak takut Syariah sebab, terbukti syariah itu hanya hukum biadab yang minta kontribusi dari manusia yang lemah untuk dijadikan sasaran pelaksanaan sistem yang penuh pertentangan. Saya tidak takut Islam toh Islam sendiri juga dinubuatkan suatu saat akan menjadi asing seperti mulanya dia datang dan sirna.
Intinya adalah, ini soal bagaimana kosmologi yang kita pahami dan gunakan dalam kesadaran kita. Apakah semua realitas adalah Islam, atau, Islam hanya bagian dari suatu urusan, maka terserah anda pilih yang mana. Bila anda memahami bahwa Allah adalahTuhan semesta alam, tentu Dia tidak bisa dibakukan dalam teologi tertentu, sebab, yang demikian itu artinya adalah membuat batasan tertentu. Dan bila batasan harus ada setidaknya itu adalah batasan yang baik dan bukan batasan yang menyulitkan bagi kemanusiaan karena kita memang manusia. Bila dikatakan Allah adalah Tuhan Tunggal tentu artinya ini adalah pemahaman teologi dimana segala realitas dan konseptual di semesta bisa terhubung meski tingkat intelektual manusia memiliki kadar keterbatasan menurut peradaban yang sedang terjadi dan berjalan.
Bila inti persoalan Islam adalah hal hukum, itu tidak mengapa, hanya saja selama ini yang dipahami sebagai hukum dalam Islam adalah media untuk menyalahkan, menghukum, menghajar, dan semakna dengan itu. Tentu ini adalah cara pikir primitif dimana manusia berrebut pangan dan seks padahal alam pikir selain Islam ada yang sudah lebih lanjut (maju) bahwa hukum adalah untuk melindungi. Bila dikatakan :"Hukum syariah untuk melindungi manusia dari neraka !". Silahkan punya pendapat seperti itu. Akan tetapi kenyataannya soal hukum syariah ini hanya permainan perumusan hukum diantara kalangan ulama hukum yang kemudian tersambung dengan persoalan politik. Bahkan kadang sangat memalukan, hingga soal yang furu'iyah menjadi bahan pertengkaran hingga saling menyerang, dan akhir-akhir ini soal furu'iyah juga untuk saling mengkafirkan bahkan menjadi alibi yang sah untuk melakukan pembunuhan yang diatasnamakan Islam. Lalu dimana itu perlindungan atas neraka. Saya pikir yang seperti itu hukum dari neraka.
Saya pikir akan semakin banyak orang beralih ke alam pikir agnostik meski dia masih bisa beribadah dengan taat, laku spiritual yang hebat, dan mereka sebenarnya tulus untuk membangun agama yang lebih relevan dan harmoni dengan zaman yang sedang terjadi. Untuk bergabung memang diawali dengan keberanian membuka pikir dalam diri, tidak idealis konsep kebenaran tertentu, jujur, mendukung kemanusiaan, dan tetap konsisten. Saya pikir sikap agnostik itu juga yang menjadi awal gagasan para nabi dimana Rasulullah s.a.w. bertanya-tanya soal gejala sosial, Yesus melawan hukum Taurat, Musa berdebat dengan Tuhan, Ibrahim bertanya soal kematian dan kebangkitan. Bisa dikatakan secara filosofis bila semua itu evolusi cara pikir manusia.
Ketika Islam dikatakan sebagai batas zaman, dimana pasca Islam pasti kemajuan yang amoral, saya kurang percaya eskatologi hal itu. Toh sekarang gagasan Islam juga sudah menjadi ide amoral bahkan kebidaban sehingga mereka tanpa segan dan ragu membantai jutaan sesama umat Muhammad atas nama Islam, demikian juga di masa lalu tentang khilafah dimana soal khilafah ini sebagai ikon pelaksanaan syariah.
Jadi, artinya adalah Islam hanya salah satu bentuk tertentu dalam kosmos, dan ada bentuk-bentuk selain Islam dalam model-model mereka tersendiri. Bila Islam sirna, tentu itu adalah bahasan kesirnaan internal penganutnya, bukan kesirnaan gagasan yang lain. Akan tetapi memang bisa menjadi kepicik-pandangan ketika Islam yang parsial ini berusaha digunakan sebgai kosmologi secara universal. Ingatlah, bahwa Islam bukan Allah meski dalam Islam ada Allah yang diposisikan sebagai Tuhan.
Cara pikir filsafat selalu bertanya dan bertanya, lalu apa yang terjadi dengan pasca Islam, kita tidak tau, apakah itu kemajuan teknologi yang amoral atau kebangkitan yang disebut akhirat sebenarnya juga terjadi di planet bumi ini ?. Kita memang tidak tau. Lalu bagaimana dengan ayat dibawah ini ?. Saya juga tidak akan menjawab bila itu hanya membuahkan pertentangan. Hanya saja ayat itu layak kita ingat hingga suatu saat kita memahami dengan cara yang tidak kita duga sebelumnya
قَالَ فِيہَا تَحۡيَوۡنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنۡہَا تُخۡرَجُونَ
Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu [pula] kamu akan dibangkitkan. - Qs : Al A’raf : 25
Kalau kita berbicara dengan konteks iman tentu saja ayat diatas ekuivalen dengan reputasi. Jadi, apa reputasi kita ketika saat-saat di dunia saat ini akan menentukan kehidupan pasca-kematian, dan kita dibangkitkan dengan kesadaran yang terbentuk dengan reputasi sebelumnya, dan dimensi itu juga yang akan kita tempati. Maka benarlah orang yang berkata : “Surga dan neraka sudah ada saat ini”, yaitu hadir dalam hati kita masing-masing dan membentuk karakter kita. Dan apapun perihal agama yang kita yakini tetapi kita memilih berkarakter neraka kita juga akan menempati neraka itu kelak. Dan tentu saja demikian juga sebaliknya.
Komentar
Posting Komentar