Paradoks Keyakinan Dan Kemunculan Mitos Tuhan Baru

https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/t31.0-8/q88/p720x720/12493454_922737831155329_3544126272842375080_o.jpg
Banyak ajaran atau gagasan yang menyatakan bila kehidupan dunia ini kebalikan dari kehidupan akhirat. Ajaran seperti ini menjadi paradoks keyakinan yang tak jarang membuat kebingungan orang yang mempercayainya.
Ajaran seperti itu bukan hanya ada dalam Islam, Kristen, dan Yahudi, akan tetapi juga agama seperti Buddha, Majusi, atau bahkan bentuk-bentuk filsafat yang memang berdasar pemikiran seorang filosof, bukan wahyu.
Kita tidak tau pasti apa yang akan kita alami dalam kesadaran kita pada kehidupan pasca dunia ini. Apakah itu benar seperti yang digambarkan oleh agama-agama dengan segala kengeriannya seperti siksa kubur, kemurkaan Tuhan, hingga neraka dengan siksaan yang kekal. Atau, mungkin malah seperti yang dipahami oleh psikologi modern bila tidak ada kesadaran lagi bagi seseorang dalam kematiannya, karena memang alat pemindai otak tidak menunjukkan aktivitas tertentu, jadi, mati bagai tidur yang tidak memiliki kesadaran seperti kondisi sadar.
Mungkin, ajaran yang berupa paradoks tadi sebenarnya berguna untuk adanya keadilan dalam nilai-nilai kemanusiaaan. Sebab, ada kenyataan bila hukum tertulis tidak bisa menjangkau segala persoalan yang ada. Bahkan hukum tertulis itu sendiri menjadi obyek menarik untuk dipermainkan oleh kalangan tertentu demi ambisi apa yang mereka sebut sebagai Kemulyaan Hidup.
Ada banyak hal yang tidak bisa terjawab (terbalas) dari bentuk-bentuk kezaliman di dunia ini. Atau bahkan kezaliman itu sendiri dipaksakan sebagai nilai kebenaran karena mereka memiliki kekuatan sehingga mampu mengatur soal hirarki. Betapa banyak manusia dizalimi hingga meregang nyawa padahal kezaliman (yang penuh tipu daya dan muslihat) itu sebenarnya musuh dari gagasan ilahiyah secara fitrah yang dimengerti manusia. Demikian juga sebaliknya, betapa banyak nilai kebajikan dan keshalihan itu disudutkan oleh pemegang kekuasaan sehingga nilai kebajikan tidaklah terbalas malah ternistakan.
Maka, pemahaman paradoks dunia dan akhirat saling bertentangan adalah hal yang logis bila kita pahami seperti itu.
Akan tetapi, terlebih akhir-akhir ini paradoks keyakinan itu malah menjadi komoditi permainan pengambil-alihan kekuasaan secara total. Sebab, manusia akan lemah bila ditakut-takuti dengan hal-hal abstrak kepercayaan seperti itu, sehingga sangat mungkin bahwa nilai keyakinan sebenarnya tidak lagi mengakar pada nilai fitrah kemanusiaan akan tetapi berdasar kepentingan politik kelompok tertentu. Ya, banyak doktrin yang telah di upgrade menjadi dogma karena kelihaian permainan propaganda.
Nah, apakah betul bila sistem-sistem hasil dari doktrin formulasi seseorang itu akan menjadi kenyataan pada kehidupan pasca dunia. Tak seorang-pun yang tau bahkan si formulator juga tidak tau. Jadi nilainya adalah kemungkinan. Wahai ... ini mengherankan, bagaimana nilai kemungkinan ini harus diakui sebagai kemutlakan (kebenaran) yang kemudian dari pertentangan antar doktrin ini membuahkan kekacauan luar biasa, perang, hingga kemungkinan hancurnya peradaban. Jadi, apakah spekulasi tulisan doktrin seseorang itu harus kita bela sedemikian rupa bahkan di-klaim-kan sebagai kebenaran dari Allah.
Paradoks keyakinan yang dikelola demi tujuan politik akan sangat efektif untuk membentuk mitos baru tentang Tuhan. Selama manusia masih tidak mau menggunakan akal sehatnya dan nurani yang bersih metode ini akan efektif. Betul, segala soal Tuhan sendiri hanyalah kepalsuan selama manusia belum menemukan core kesadaran dan kehidupan ini.
Akhir-akhir ini paradoks keyakinan menghasilkan pembodohan-pembodohan dan kesalahan pikir. Tentu kita akan ngeri dengan hal ini, sebab, itu akan bisa menjadi pemicu runtuhnya peradaban yang telah kita bangun selama beberapa abad terakhir. Kita silahkan saja orang-orang yang sok shalih mengatakan kita hubbud dunya (cinta [loba dengan] dunia), akan tetapi sebenarnya ada hal yang tidak bisa mereka pikirkan soal tanggung-jawab atas kehidupan ini dengan kemanusiaan kita. Kita percaya bila kita di dunia bukan untuk menjadi spesies perusak (apapun alasannya). Bukankah secara agama-pun dikatakan bila manusia adalah wakil Tuhan di bumi ini ?.
Banyak orang yang terpengaruh paradoks keyakinan mengatakan bila :"Akhirat lebih baik daripada dunia", kemudian dari slogan ini dia melakukan pengerusakan dengan anggapan bila dunia ini tempat najis yang terkutuk. Oke, silahkan menyakini hal seperti itu. Akan tetapi bila dengan idealisme seperti itu kemudian melakukan pengerusakan bentuk-bentuk kehidupan di bumi (dunia) ini demi iman dan surga impiannya, maka apakah hal seperti itu menunjukkan suatu gejala iman yang benar berdasar iman akan Tuhan yang Maha Baik ?.
Bentuk-bentuk pikiran yang fatal seperti ini selalu meracuni cara pikir mereka sehingga segala hal dari dunia ini mereka anggap sebagai musuh yang sudah selayaknya dihancurkan. Apakah mereka lupa, bila mereka ada di dunia ini juga karena kenajisan dunia, yaitu dari cairan-cairan biologis leluhur mereka ?. Jadi apakah betul berkeyakinan (beragama) itu harus sombong, angkuh, dan tanpa ampun. Lalu Tuhan horor seperti apa yang mereka yakini ?
Sebenarnya, bahasan seperti ini seputar kesadaran bagaimana kita melihat realita. Ibarat cermin cembung dan cekung. Cermin cekung akan menghasilkan gambar yang terbalik akan obyek yang kita lihat, dan cermin cembung akan menghasilkan gambar yang lebih besar dari obyek yang kita amati. Belumkah anda berpikir ada cermin yang datar saja sehingga menghasilkan gambar yang relatif sama dengan obyek yang kita lihat. Belumkah anda berpikir kenapa bentuk psikologi keyakinan anda bisa cekung atau cembung. Sebenarnya siapakah yang melakukan kontrol atas hal ini, dan apa alasan kita ikut begitu saja kontrol ini padahal kita juga menyadari bila efek dari itu adalah kebinasaan bagi kita sendiri karena menyakini sesuatu tidak pada porsinya lagi (sesuai dengan obyek yang sebenarnya).
Percayakah anda bila ajaran keyakinan atau agama harus selalu paradoks ?. Sebenarnya tidak !. Kalau surga itu baik, kita juga diperintahkan beramal dengan baik (shalih), kalau Tuhan itu baik, kita juga berusaha mengadopsi kebaikan-Nya dalam menjalani kehidupan di dunia ini, kalau agama itu baik, agama juga mengajarkan kebaikan-kebaikan demi harmoni kehidupan manusia.
Nah, siapakah yang mendakwakan sebagai dogma bila agama itu harus selalu paradoks ?
Saya sudah katakan tadi diatas bila paradoks keyakinan sebenarnya adalah konsep paling dasar dari keadilan itu sendiri. Dan saya juga sudah katakan bila upgrade doktrin menjadi dogma adalah metode ampuh untuk membuat mitos baru tentang Tuhan (bahasan teologi).




Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN BELAJAR AGAMA DARI AL-QUR'AN DAN TERJEMAHNYA

حب النبي : حديث الثقلين (دراسة فقهية حديثية)

نص حزب البحر للشيخ أبي الحسن الشاذلي