Umat Islam Umat Yang Sedang Sakit

https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/t31.0-0/q86/p640x640/12698287_941114429317669_5997719397475816010_o.jpg
 


Selain keliaran tuduhan tasyabuh, mempermainkan halal haram ada penyakit parah dalam umat Islam selain dua perkara itu tadi, yaitu, "Kebiasaan membicarakan, mendebat, dan komentar tidak dengan konteks yang sama" Beberapa hari lalu saya melihat ada yang posting batu melayang, lalu diberi kutipan ayat bla bla bla, kemudian ditambah kalimat tantangan "Inilah ilmu Allah, Fisika mau menandingi ilmu Allah, mana mungkin !". Saya melihat posting seperti itu sungguh prihatin hingga skala pikir. Jelas yang seperti itu adalah gejala sakit umat Islam. Saya menduga sebenarnya gejala seperti itu karena adanya miskonsepsi tentang agama dan elemen-elemen nya. Dengan demikian segala hal hendak di agama kan. Baiklah, kita juga harus menghormati obsesi orang lain, akan tetapi ketika obsesinya itu berupa kesesatan pikir yang disebarluaskan itu akan membahayakan banyak orang. Orang awam akan mudah ikut gagasan yang dicantumkan ada ayat Al Qur'an karena dianggap yang demikian adalah hal yang menyelamatkan. Ketika berbicara tidak menggunakan konteks yang sama, artinya itu adalah komunikasi yang sesat. Misal. Seorang dokter hendak mengoperasi tubuh pasiennya, kemudian dia mengeluarkan gunting operasi. Kebetulan keluarga pasien yang seorang tukang tambal ban menunggui saudaranya, lalu dia berkata :"Eh pak dokter, apakah anda akan melakukan tambal ban, saya sehari-hari juga menggunakan gunting untuk menambal ban !". Coba bila anda sebagai dokter dan harus tanggung-jawab terhadap pasien dan mendengar pembicaraan tidak tepat seperti itu. Lagi-lagi saya curiga sebenarnya munculnya gejala kebiasaan miskonsepsi dalam komunikasi dan dialog dalam umat Islam karena adanya doktrin tertentu seperti "Pemurnian Agama" yang dicanangkan oleh kalangan Wahabi. Orang-orang penganut wahabi yang didukung ideologi khilafah membuat banyak slogan yang diikuti banyak orang awam dimana slogan itu terlihat sangat menarik bagi mereka, seperti "Cukup dengan Al Qur'an dan hadis", "Cukup dengan Allah dan Rasul-Nya", dsb. Mungkin kalimat-kalimat itu serasa benar, padahal memiliki arti penyempitan pikir bila kita bandingkan dengan dinamika dan problematika umat manusia khususnya umat Islam. Belum lagi ditambah dengan dasar pengertian "Apa itu 'Agama' ?" mereka akan berusaha membuat definisi yang sangat sempit dan mengikat yang dari situ segala sesuatu hendak diukur melalui definisi agama itu tadi. Seolah-olah agama menjangkau segala hal, dan semua hal harus diagamakan. Dengan kondisi pikir demikian tadi muncul gejala-gejala aneh seputar miskonsepsi dalam komunikasi dan dialog. Mungkin sebagian orang akan menganggap itu bagian dari gejala postmodern. Saya termasuk orang yang menolak postmodern. Saya pikir postmodern hanya diikuti oleh orang-orang yang putus asa akan melihat kenyataan yang tengah terjadi dan berusaha mencari peluang yang dia anggap kreatif atau alternatif padahal itu tidak memiliki landasan pikir (ilmiah) yang tepat. Kenyataannya postmodern menimbulkan kebiasaan cocokologi dan delusional belaka dan tidak bisa diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan. Memang boleh-boleh saja seorang mengkhayal dan bertahayul, tetapi jangan sampai khayalan dan tahayul nya itu dipaksakan kepada orang lain melalu bentuk-bentuk keyakinan. Itu adalah jalan kemunduran peradaban atau bahkan keruntuhan peradaban. Seperti ungkapan diatas tadi soal batu yang mengambang "Inilah ilmu Allah, Fisika mau menandingi ilmu Allah, mana mungkin !". Ada kemungkinan bila orang yang mengatakan hal itu belum pernah membaca penjelasan dari ranah sains bagaimana batu bisa melayang. Dan kalau saya menjawab tantangan itu akan saya katakan :"Ilmu Allah hanya bisa dilihat agar orang heran, sedangkan ilmu fisika adalah dasar dari teknologi dan peradaban yang kita alami saat ini. Toh sains tidak memiliki kebiasaan untuk bersaing, sebab, sains memiliki dasar pikir yang tidak seperti yang digunakan dalam agama (dan politik), yaitu bentuk komunikasi searah dan memaksa. Sains adalah alat agar manusia bisa bertahan dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sebagai makhluk berintelektual. Sains dan teknologi memang bisa kadaluarsa akan tetapi selalu update selaras dengan sejarah dan peradaban yang terjadi. Kembali kita pada gagasan Pemurnian Agama yang dicanangkan oleh ajaran wahabi dan di dukung secara politik dan militer oleh konsep khilafah. Itu adalah kerangka pikir yang sengaja membuang keselarasan dengan waktu. Mereka mengidealkan kehidupan harfiah 14 abad yang lalu dimana itu adalah era dimana ilmu pengetahuan belum berkembang dan kehidupan belum kompleks seperti era modern yang kita alami saat ini. Karena alasan seperti itu juga mereka menolak terminologi ilmiah. Padahal fungsi terminologi ilmiah adalah memudahkan secara sistematis agar suatu fenomena alam dapat dipelajari. Mereka menolak adanya pembagian vak-vak ilmu dengan alasan hal seperti itu tidak diajarkan oleh Rasulullah, lalu dikatakan sebagai bid'ah, dan setiap bid'ah berada dalam neraka. Kita mudah untuk menilai dengan berbekal buku-buku keislaman klasik seperti dari kitab-kitab hadis bila era Rasulullah s.a.w. memang bukan kehidupan modern yang belum muncul kompleksitas kenyataan yang membutuhkan sistematis seperti sekarang. Memang hadirnya terminologi ilmiah meniscayakan pengelompokan berdasar kriteria tertentu dan memunculkan firqah-firqah berlainan yang banyak. Akan tetapi sebenarnya itu selaras dengan potensi fitrah manusia yang memang beragam dan tidak bisa di seragamkan karena munculnya kompleksitas tadi. Akan tetapi toleransi adalah jawaban dan solusi bagi kenyataan itu. Dengan seperti itu juga kenapa kalangan wahabi dan khilafah sangat menolak toleransi. Umat Islam ini sedang mengalami sakit, dan mengarah kronis bila umat Islam sendiri sengaja terbuai dengan janji-janji kemasadepanan tanpa harus berkarya dan berbuat bodoh dengan alasan dualitas paradoks untuk melakukan pengerusakan di semua level kehidupan karena alasan agama. Kenyataannya agama bukanlah semua realitas, akan tetapi agama hanya satu bagian dari realitas yang kita alami sebagai manusia. Kita tidak bisa meng-agama-kan air, udara, dsb. Akan tetapi sebenarnya agama adalah ideal nilai kemanusiaan yang fitrah. Tentu saja hal ini akan terhubung dengan moral, dan moral tidak terhubung dengan hal-hal teknik yang digunakan untuk membangun peradaban, akan tetapi moral berupa perasaan esensi yang membangun citra manusia secara secara khusus. Manusia memang tidak bisa men-agama-kan komputer, akan tetapi komputer bisa digunakan sebagai alat yang selaras dengan tujuan-tujuan kemanusiaan yang dilandasi semangat esensi agama. Kalau gagasan pikir yang demikian kacau karena alasan Pemurnian Agama, tentu produknya adalah kekacauan sosial meski itu hal yang agamis. Jadi doktrin yang seperti itu tadi sebenarnya bukan saja merusak keteraturan dan harmoni sosial juga merusak ajaran agama itu sendiri. Doa adalah boleh, atau wajib pada kondisi tertentu. Akan tetapi kita malah akan salah bila semua hal kita respon dengan doa dikarenakan kita masih bisa mengupayakan dengan ikhtiar kita sendiri. Demikianlah contoh sederhana yang mudah kita pahami antara urgensitas antara agama dan selain agama. Maka mengagamakan semua hal sebenarnya adalah gagasan yang keliru. Toh Tuhan juga tidak eksis dalam agama saja, begitu kan yang kita yakini ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN BELAJAR AGAMA DARI AL-QUR'AN DAN TERJEMAHNYA

حب النبي : حديث الثقلين (دراسة فقهية حديثية)

نص حزب البحر للشيخ أبي الحسن الشاذلي