My Daugther's Father


Tangan kecil dan halus itu menggapai jari-jariku, mata kecilnya membuka perlahan menatap ke arahku. Aku tak tahu apa yang kurasakan ketika melihat bayi kecil di hadapanku ini, bayi ini terlahir diluar rencana, bayi ini baru saja merenggut nyawa ibunya sendiri. Air mataku menetes melihat wajah pucat yang sudah tak bernyawa lagi tak jauh di hadapanku. Shina adik kecilku yang baru berusia 16 tahun baru saja berjuang mengeluarkan bayinya yang entah bayi milik siapa hingga dia kehilangan nyawanya.
“Stella, mau digimanain nih bayi?” tanya Tias temanku yang sedari tadi memangku bayi itu.
“kau pikir aku harus gimanain tuh bayi? Bayi itu membunuh ibunya sendiri lalu aku harus gimana ngebunuh tuh bayi juga” ucapku terisak.
“istigfar Stel… gila aja masa loe tega bunuh nih bayi? lagian bayi ini kan kenangan satu-satunya adik loe masa loe bunuh”
Aku hanya bisa terisak memandangi bayi itu dan jasad Shina bergantian. Aku tak tahu bagaimana lagi melanjutkan hidupku setelah ini, selama ini aku hidup untuk Shina lalu setelah dia pergi apa yang harus aku lakukan?. Tias menyimpan bayi mungil itu ke pangkuanku dan menepuk punggungku lembut.
“anggaplah bayi ini pengganti Shina supaya loe bisa punya alasan untuk tetap hidup. Gue bakal urusin semua urusan pemakaman Shina dan juga urusan pekerjaan loe. Jadi jangan khawatir dan hiduplah dengan baik sama tuh bayi” nasihat Tias.
Aku hanya diam saja memandangi bayi kecil yang ada di pangkuanku, kini hanya tinggal bayi inilah keluargaku.

Aku dan Shina sudah kehilangan orangtua kami sejak 7 tahun lalu karena kecelakaan. Sejak itu akulah yang jadi orangtua dan kakak bagi Shina, beruntung orangtuaku menyisakan cukup uang bagi kami untuk hidup. 3 tahun lalu aku mulai bekerja sebagai pramugari di sebuah maskapai penerbangan milik swasta hingga aku tak punya banyak waktu lagi untuk Shina. Aku merasa sangat berdosa pada adikku karena kesibukanku hingga dia mengalami ini semua.
Aku hanya pulang 3 kali dalam sebulan jadi aku sama sekali tak tahu tentang pergaulan Shina hingga dia kehilangan nyawanya karena melahirkan di usia semuda ini bahkan aku tak pernah tahu kapan dia hamil hingga kemarin dia melahirkan. Aku kembali terisak mengingat betapa aku tak pernah menperhatikan adikku selama ini hingga semua ini terjadi. Aku hanya berpikir untuk mencari uang untuk masa depan Shina tanpa pernah memberi perhatian sedikitpun padanya.

Suasana rumah sudah sepi jasad Shina sudah di kebumikan, para pelayat sudah pulang ke rumah masing-masing dan hanya yang tersisa hanya tangisku dan tangis bayi yang dia tinggalkan. Tias masih setia mendampingiku meskipun sebenarnya besok dia harus terbang untuk bekerja.
“Stella… Mr Henry berjanji akan mencari pekerjaan lain buat loe kalau loe berhenti jadi pramugari. Gue mesti pergi besok jadi loe tenangin diri loe dulu dan juga jaga tuh bayi” ucap Tias sambil berlalu.
Setelah kepergian Tias aku masih duduk tak bergerak sampai tangisan bayi mengusikku. Aku memperhatikan bayi itu yang menangis sambil menggeliat-geliatkan badannya. Meskipun aku membenci bayi yang telah merenggut nyawa adikku tapi hatiku tetap merasa kasihan padanya. Walau bagaimanapun bayi ini tak bersalah hanya saja dia terlahir dengan begitu banyak kemalangan. Aku memandangi bayi kecil itu dan bertekad dalam hatiku bahwa mulai detik ini aku yang akan menjadi ibu dari bayi ini.
Aku benar-benar mewujudkan janjiku untuk nenjadi ibu dari bayi yang kuberi nama Shila gabungan dari namaku dan Shina. Yah sekarang Shila adalah putri kecilku yang menjadi alasan untuk aku tetap bertahan hidup. Aku berhenti menjadi pramugari dan menjadi sekertaris direktur di maskapai tempat aku bekerja dulu. Entahlah kenapa aku diberi pekerjaan sebagai sekertaris dari direktur yang bahkan orangnya pun tidak ada di tempatnya. Pekerjaanku hanya mengumpulkan data dan menyimpannya di ruangan direktur yang kosong, tapi aku juga merasa beruntung karena pekerjaan ini aku punya banyak waktu untuk merawat Shila.

Aku bisa bekerja sambil membawa Shila ke kantor dan merawatnya sendiri tanpa ada yang protes karena area kantor direktur lumayan sepi. Terhitung sudah tiga bulan aku bekerja di sini dan dokumen yang harus ditandatangani direktur sudah sangat menumpuk tapi sang direktur belum juga menampakan batang hidungnya. Seperti pagi-pagi biasanya aku datang ke kantor jam 8 pagi sambil membawa Shila. Saat sampai di depan ruangan direktur aku mendengar suara-suara aneh dari dalam ruangan itu. Aku membuka pintu untuk mengecek keadaan di dalam dan mataku langsung terbelak kaget melihat sepasang manusia sedang berada di posisi yang tidak layak untuk dikonsumsi publik
Sepasang manusia itu menyadari keberadaanku dan langsung memisahkan diri
“maaf saya tidak bermaksud mengganggu, sata permisi” ucapku tergagap sambil buru-buru menutup pintu.

Aku langsung kembali ke mejaku dan menidurkan Shila di strollernya. Tak berapa lama Mr Henry menelpon dan mengabariku jika direktur sudah datang ke ruangannya. Aku belum pulih dari kagetku dan hanya mengangguk saja meskipun aku tahu Mr Henry tak melihatku. Seseorang berdehem dan berdiri di depan mejaku.
“aku Arka direktur disini… maaf soal pertemuan kita yang sedikit aneh” ucapnya.
“iya direktur saya Stella sekertaris anda sejak beberapa bulan lalu, dokumen yang harus anda tanda tangani sudah saya susun di ruangan anda” ucapku sopan.
Arka mengangguk dan memandangiku dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan menyelidik lalu dia melihat ke arah Shila yang sedang bermain dengan jari-jari tangannya.
“itu bayi siapa?” tanyanya
“bayi saya pak, maaf saya membawanya kerja kalau anda tak mengijinkan saya tak akan membawanya lagi.” ucapku
“ah tidak apa-apa selama kehadirannya tidak mempengaruhi kinerjamu bawa saja. Hanya saja aku merasa tak asing dengan wajah bayimu, berapa usianya?”
“4 bulan…” jawabku.
Direktur sedikit kaget mendengar usia Shila tapi dia cepat-cepat mengatasi kekagetannya dan berlalu. Melihat ekspresinya aku merasa sedikit curiga padanya apa mungkin dia ada hubungan dengan bayi ini tapi aku langsung mnepisnya mengingat mungkin ada ribuan anak berusia 4 bulan jadi mungkin dia hanya teringat sesuatu ketika tahu usia Shila 4 bulan.

Setelah kedatangan direktur pekerjaanku menjadi lumayan banyak tapi beruntung aku masih bisa membawa Shila dan merawatnya di sela-sela kesibukanku apalagi direktur juga sepertinya terhibur dengan tingkah lucu gadis kecilku. Shila anak yang baik dan tidak rewel jadi membawanya ke tempat kerja bukanlah sesuatu yang merepotkan meskipun dia mulai aktif bergerak.
Direktur memintaku mencari seorang gadis berusia sekitar 16-17 tahunan yang memiliki seorang anak seusia Shila dan melaporkan padanya. Aku diam mendengar perintahnya entahlah aku merasa ciri-ciri itu mirip Shina. Aku tersenyum miris mengingat ada berapa orang yang mengalami nasib sama seperti Shina. Pencarian itu tidak membuahkan hasil karena Arka tak menyebut ciri-ciri pasti gadis itu.
Setahun berlalu sejak kelahiran Shila, tepat hari ini Shila ulang tahun sekaligus 1 tahun sudah Shina pergi dari dunia ini. Shina meninggal tepat dua hari setelah ulang tahunnya yang ke 16 dan jika dia masih hidup dia sekarang berusia 17 tahun. Ketika membuka pintu rumah ada sebuah bingkisan yang tersimpan di depan pintu. Aku melihat kado itu berisi hadiah untuk Shina dan bayinya, aku melihat sekeliling dan melihat sebuah mobil mewah melintas tak jauh dari rumahku.
Aku membaca surat yang dikirim si pemberi hadiah.

Untuk Shina matahariku
Maaf aku baru kembali hari ini, maaf aku tak hadir saat kamu membutuhkanku. Tunggulah beberapa saat lagi aku akan membawamu dan bayi kita kehadapan orangtuaku.
Leo

Aku meremas surat itu dengan kesal dan langsung membuang kado itu ke tong sampah. Aku mengumpat kasar terhadap pria bernama Leo yang telah mnghancurkan hidup adikku hingga dia menjemput ajalnya di usia muda. Aku memandangi Shila yang mulai belajar berdiri dan gadis kecil itu tertawa ketika aku menatapnya. Aku mendekat dan mengajari Shila agar berjalan mendekat ke arahku, dia menurut dan berjalan setelah 5 langkah dia langsung jatuh ke pelukanku.
“Shila adalah anakku dan selamanya akan menjadi anakku” bisikku sambil memeluknya erat.

Setelah kado di hari itu, hampir setiap hari ada seseorang yang meninggalkan barang atau makanan di depan pintu tapi aku belum pernah bertemu dengan si pengirim. Aku hanya pernah melihat siluet seorang pria muda yang menaruh sebuah kado di rumahku tapi aku tak berhasil mengejarnya. Aku terus mengingat-ngingat siluet itu sampai aku melihat siluet itu ada di ruangan direktur. Aku melihat seksama wajah pemuda itu dan aku langsung tersentak melihat wajah anak itu yang sama persis seperti wajah Shila. Aku segera mengangkat Shila kepangkuanku dan menyembunyikan wajahnya di dadaku. Aku terlalu shock mengetahui kenyataan ini.
Mr Henry bilang jika pemuda yang ada di ruangan direktur adalah keponakan direktur itu berarti selama ini aku bekerja di perusahaan milik keluarga ayah dari anakku. Setelah kejadian itu aku tak penah membawa Shila ke kantor, aku juga sedang berusaha mencari pekerjaan lain agar aku bisa keluar dari perusahaan ini. Entahlah aku merasa ada rasa takut kehilangan ketika aku tahu ayah kandung Shila benar-benar ada meskipun itu belun 100% pasti.
Direktur Arka menanyakan Shila tapi aku hanya menjawabnya seadanya, aku takut dia sadar wajah tak asing yang dia lihat di wajah Shila adalah wajah keponakannya sendiri. Mencari pekerjaan baru bukanlah hal mudah apalagi yang bergaji pantas mengingat kebutuhanku dan Shila cukup besar apalagi sekarang dia berada di penitipan anak setiap siang jadi kuputuskan masih tetap bekerja menjadi sekertaris Arka. Sejauh ini rahasia tentang Shila masih aman dan sepertinya Leo tak mengenalku sebagai kakaknya Shina.
Sepulang kerja aku menjemput Shila di penitipan anak, Shila sekarang sudah tambah pintar tapi sayangnya aku tak memiliki banyak waktu untuknya. Shila hanya bercengkrama denganku sebentar karena dia keburu tidur di pangkuanku saat perjalanan pulang. Aku tiba di rumahku dan mendapati dua orang pria sedang menungguku. Aku berjalan perlahan mendekati kedua pria itu, entahlah aku merasakan firasat buruk setelah melihat mereka.
“oh Stella baru pulang kerja” sapa bu RT yang sedari tadi ternyata ada di tempat itu juga.
Aku hanya tersenyum sedikit dan berbalik pada dua orang pria yang terbelak melihat ke arahku.
“Oh Stella, dua pria ini sejak tadi menunggumu, mereka tadi mencari Shina tapi aku sudah beritahukan jika Shina sudah meninggal beberapa waktu lalu saat dia melahirkan putrinya.” jelas bu RT
Arka menatap penuh tanya kepadaku sedangkan Leo menunduk dengan wajah sedihnya. Bu RT yang tahu suasana tak enak di antara kami langsung permisi pulang. Aku mempersilahkan kedua pria asing itu untuk masuk ke rumahku dan membiarkan mereka duduk sementara aku menidurkan Shila di ranjangnya.

“ada perlu apa kalian kemari?” tanyaku berusaha sesopan mungkin ketika duduk di hadapan mereka meskipun rasanya aku ingin memaki ke arah mereka.
“aku kesini mengantarkan keponakanku untuk bertemu wanitanya juga anaknya tapi tak kusangka ternyata malah bertemu denganmu. Aku tak menyangka anak yang dititipkan oleh keponakanku adalah Shila, bayi yang kutemui setiap hari selama ini.”
“aku turut berduka atas apa yang menimpa adikmu, aku juga menyesalkan keputusan Leo yang malah meninggalkan adikmu saat dia tahu adikmu hamil. Aku harap kamu mengerti Leo hanya remaja berusia 17 tahun jadi dia masih belum bisa mengambil keputusan dengan benar. Kami keluarganya tidak tahu tentang apa yang telah Leo lakukan dan aku baru tahu tentang Lep memiliki bayi saat aku memintamu mencari seorang wanita tempo hari”
Aku hanya diam mendengar penjelasan Arka sedangkan Leo sedari tadi dia menunduk sambil menangis.
“Stellla aku ingin memohon padamu agar menyerahkan Shila pada kami”
“apa kalian sudah selesai bicara? kalau sudah pergilah kalian tahu kan jalan pulang.”
“Stella mari kita selesaikan ini…” pinta Arka
“tidak ada yang perlu diselesaikan, anggap saja semua ini tak pernah terjadi. Shila putriku dan Shina meninggal karena sakit, jadi pergilah aku mohon”
“Stella ini tak bisa menjadi semudah itu, walau bagaimanapun Shila anak Leo dia bagian dari keluarga kami”
“Lupakan saja Shila tak membutuhkan ayah seorang pengecut seperti dia. Shila hidup dengan baik selama ini bersamaku jadi jangan ganggu kami”
“Stella aku tahu Leo salah tapi dia hanya seorang anak berusia 17 tahun.”
“dia memang anak berusia 17 tahun saat itu lalu apakah anda tahu adikku adalah gadis berusia 15 tahun saat keponakan anda menghamilinya tapi dia tetap bertahan hingga nyawanya terenggut saat melahirkan. Keponakan anda sudah menghamili anak gadis orang tapi hidup bebas sedangkan adikku harus mengurung diri di rumah sejak dia tahu dia hamil dan meninggal dalam cibiran orang karena melahirkan di luar nikah. Setelah apa yang dilalui adikku enak sekali keponakan anda meminta bayinya”
“Stella aku mohon beri kesempatan Leo bertanggung jawab atas perbuatannya agar dia tidak hidup dengan rasa bersalah terus menerus”
“Hiduplah dengan rasa bersalah terus menerus karena itulah hal yang paling pantas untuknya. Sekarang pergilah dari rumahku sebelum aku berteriak mengatai kalian maling” ucapku sambil membukakan pintu agar mereka segera keluar dari rumahku.

Setelah kepergian mereka aku hanya menangis meratapi kemalangan hidup yang menerpa adik kecilku. Hamil di usia muda dan ditinggalkan seperti itu aku bisa merasakan betapa hancurnya hatinya dan saat itu aku keluarga satu-satunya yang dia miliki tak ada di sampingnya saat dia begitu membutuhkan dorongan semangat.
Setelah kejadian itu aku berhenti dari pekerjaanku dan mencari pekerjaan lain dibantu Tias. Setiap hari Leo selalu datang dan mengirim bingkisan ke rumah tapi aku mengabaikannya bahkan saat dia berdiri kehujanan di depan rumah pun aku sama sekali tak merasa kasihan padanya. Apa yang anak itu lalui tak sebanding dengan penderitaan yang diderita adikku. Sesekali Arka juga datang tapi tidak seperti Leo yang sabar menunggu di luar, Arka selalu memaksa masuk bahkan mengomeliku sebagai ibu yang egois.
Keadaan ini terus berlangsung hingga akhirnya Leo pingsan di depan rumahku. Melihat dia pingsan mau tak mau aku membawanya ke rumah sakit setelah menelepon Arka terlebih dahulu. Ketika diperiksa dokter bilang Leo overdosis obat penenang, orangtuanya juga datang untuk menengok anak mereka dan langsung terbelak melihat wajah Shila yang berada di pangkuan Arka. Ibunya Leo mendekat dan menyentuh pipi Shila.
“Kenapa anak ini begitu mirip dengan Lana?” tanyanya sambil menatap Shila dengan penuh kerinduan.
Aku sedikit cemas wanita itu bisa mengenali Shila anak Leo meskipun aku tak yakin siapa Lana yang dikatakan mirip Shila itu. Aku berdiri dan hendak mengambil alih Shila tapi Arka menahannya dan juga menahan tanganku agar tidak menjauh darinya.
“Dia Shila putriku dari wanita ini” ucap Arka yang sukses membuat orang-orang yang cemas akan keadaan Leo berbalik menatap ingin tahu ke arah kami.
“Dia putriku jadi wajar saja jika mirip almarhum Lana kan?” tanya Arka sambil menggenggam lenganku erat.
Aku menatap horor padanya tapi dia santai saja bersikap seolah dia tak menbuat kesalahan apapun. Arka menarik tanganku dan membawaku untuk pergi dengan alasan Shila yang butuh istirahat. Sepanjang jalan Arka melarangku bicara dan menyuruhku untuk bungkam. Sampai ke depan rumah dia tetap menyuruhku diam hingga memastikan Shila tidur nyaman di kamarnya barulah dia memperbolehkan aku bicara.

“kau ini gila atau apa? sebenarnya apa yang kau pikirkan kenapa mengakui Shila sebagai anakmu?” hardikku tak terima.
“dalam tubuh Shila mengalir darah keluargaku, dia bagian keluargaku tapi aku tak mungkin mengatakan kepada orangtua Leo jika kemiripan Shila dan Lana karena dia anak kembaran Lana. Leo sudah cukup stres menanggung rasa bersalah yang begitu besar di usianya yang masih muda jika orangtuanya tahu tentang Shila aku tak tahu bagaimana tubuh dan pikirannya akan menahan tekanan dari orangtua dan sekitarnya”.
“Leo masih muda masa depannya masih panjang tak bisakah kamu memaafkannya agar dia menjalani hidup lebih tenang? aku tahu dia sudah melakukan dosa begitu besar pada adikmu tapi tak bisakah kamu memberinya kesempatan untuk hidup lebih baik?” pinta Arka dengan nada memelas.
Aku diam dan memalingkan muka, apa yang aku lakukan itu salah? apa semua yang terjadi pada Leo salahku? Aku hanya berharap hidup tenang dengan Shila tanpa Leo, Arka ataupun siapapun. Aku tak pernah mengusik hidup Leo bahkan berharap bertemupun tak pernah tapi dialah yang datang ke hidupku dan menyakiti dirinya sendiri untuk anak yang bahkan sampai akhirpun tak akan bisa dia akui.
“Stella aku tahu kamu orang yang baik, aku juga tahu rasa sakit yang disebabkan oleh Leo sulit untuk disembuhkan tapi sampai kapan kamu akan hidup dengan rasa benci pada ayah kandung dari anak yang kamu besarkan. Apapun yang terjadi Leo adalah ayah kandung Shila tapi kamulah yang akan tetap menjadi ibu bagi Shila tak bisakah kamu berdamai dengan rasa bencimu demi masa depan Shila?”
“Stella, setiap tahun Shila akan tumbuh semakin besar dan dia pasti membutuhkan ayah untuk data dirinya saat masuk sekolah nanti. Leo tak akan bisa menjadi ayah Shila secara hukum jadi aku akan menjadi ayah Shila secara hukum. Mari kita mulai hidup baru kita sebagai keluarga, ayah dan ibu bagi Shila. Pikirkanlah semua ini dengan baik setidaknya demi Shila anak yang tak berdosa korban dari semua ini” ucap Arka sambil berlalu pergi.

Setelah Arka pergi aku kembali memikirkan segalanya, masa depan Shila masa depan Leo dan bagaimana hidupku kedepan. Arka benar Shila akan tumbuh besar, bersekolah dan terjun ke masyarakat. Anak di luar nikah masihlah tabu di kalangan masyarakat dan pasti Shila akan terkucil jika dia tak punya ayah. Mengenai Leo memang dia sudah berbuat kesalahan yang besar tapi adilkah jika aku menghukumnya seperti ini dan membuat dia kehilangan masa depannya yang masih cerah karena kesalahan masa remajanya? Setiap orang memiliki kesempatan kedua, bisakah aku memberikan kesempatan itu untuk Leo.
Semalaman aku terus memikirkan keputusan yang terbaik yang harus aku ambil agar tidak merugikan siapapun. Kuputuskan untuk mengunjingi Leo di rumah sakit, ketika sampai di lobi aku melihat ibunya Leo yang sedang menangis. Aku mendekat dan duduk di sampingnya, ibunya Leo menyadari kedatanganku dan menghapus air matanya. Dia melihat ke arah Shila yang duduk di pangkuanku dan memainkan tangannya.
“bagaimana keadaan Leo?” tanyaku memulai pembicaraan.
“Leo masih belum mau bicara dengan siapapun, dia hanya diam sambil meneteskan air mata. Aku merasa gagal sebagai ibu, aku tak tahu apa yang terjadi pada anakku hingga menjadi seperti ini. Selama ini aku tak pernah memperhatikannya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan kami hingga sekarang dia seperti ini dan aku sebagai seorang ibu tak tahu apapun yang terjadi pada putranya” ceritanya sedih.
Aku diam mencerna ucapan ibunya Leo, mungkinkah kesalahan yang Leo perbuat karena dia merasa kesepian seperti halnya Shina? Leo dan Shina sama-sama merasa kesepian karena tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga dan orang-orang terdekatnya hingga mereka saling mengisi rasa kesepian mereka sampai mereka lupa batasan. Sebagai orangtua tentu saja kami juga ikut bersalah atas kesalahan yang mereka perbuat, jika yah jika saja kami lebih memperhatikan mereka mungkinkah ini tak akan terjadi?.

Aku melangkah masuk ke ruang rawat Leo dan melihat Leo yang terbaring sambil menangis. Aku mendekat dan menyentuh lengannya menggunakan tangan mungil Shila. Leo berbalik menatapku dengan tatapan penuh penyesalan dan rasa sakit.
“Leo bangunlah dan jalani hidupmu dengan baik, jangan seperti ini kau seorang ayah sekarang mana mungkin kau bisa disebut seorang ayah jika kau malah mencoba membunuh dirimu dengan obat penenang. Leo belajarlah dengan baik dan jadilah anak sukses untuk menebus kesalahanmu pada Shina. Shila sudah menjadi putriku sejak lahir dan selamanya akan begitu tapi kaulah ayah kandungnya dan Shina ibu kandungnya itu tak akan pernah berubah Shila tak akan pernah ada tanpa adanya kalian berdua. Shina sudah tenang di alam sana jadi kau harus sukses agar Shina bahagia di sana dan Shila tak malu memiliki ayah kandung sepertimu”
Leo menangis mendengar ucapanku, dia meraih tanganku dan menciumnya.’terima kasih’ kalimat itu terus digumamkannya.
“yah lepaskan tangan wanitaku, dia memang menjadi ibu dari putri kandungmu tapi akulah yang akan menjadi ayahnya” ucap Arka yang entah datang darimana dan langsung melepaskan genggaman tangan Leo.
Aku mendelik kearahnya dan dibalas senyuman lebar olehnya, Arka membawa Shila ke pangkuannya dan entah sejak kapan dia memanggil Shila sebagai putriku. Aku hanya tersenyum melihat ke arah mereka, aku tak tahu apa keputusan yang kuambil ini benar atau tidak tapi aku akan berusaha untuk tidak menyesali keputusan yang aku ambil.

Shila adalah satu-satunya keluarga yang kupunya sekarang ini, tapi selain aku Shila juga punya ayah dan keluarga ayahnya yang terikat hubungan darah dengannya. Leo mungkin tak akan menjadi ayah Shila yang tercatat secara hukum tapi ada Arka orang yang akan tercatat sebagai ayahnya di semua catatan riwayat hidupnya. Shila akan tumbuh dan membutuhkan status, Arka menjanjikan status itu untuk Shila jadi demi kebahagiaan Shila tak ada salahnya aku terikat dengan Arka secara hukum.
Leo masih muda masa depannya masih panjang, dia masih punya kesempatan untuk meraih itu sebagai orang dewasa bukankah hal yang seharusnya mendukung keberhasilan mereka dan itulah yang coba aku wujudkan. Shina memang sudah pergi untuk selamanya tapi Leo masih hidup dan dia berhak hidup lebih baik terlapas dari kesalahan fatal yang dia buat di hidupnya. Mengenai Shila dia memang terlahir dari kesalahan orangtuanya tapi kelahirannya bukanlah sebuah kesalahan tapi sebuah anugrah. Pasti ada sebuah alasan atas kelahiran seseorang di dunia begitupun dengan kelahiran Shila terlepas dari semua itu bagiku yah bagiku Shila tetap anugrah dari tuhan dan kepergian Shina pun kehendak tuhan. Semua ini kehendak tuhan hingga mempertemukan aku dengan Arka dan seluruh keluarga Leo yang sekarang menjadi bagian dari hidupku keluargaku.
The End..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN BELAJAR AGAMA DARI AL-QUR'AN DAN TERJEMAHNYA

حب النبي : حديث الثقلين (دراسة فقهية حديثية)

نص حزب البحر للشيخ أبي الحسن الشاذلي