Penciptaan, Dalam perbandingan antar Mitos, Agama, dan Sains Modern






https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/15078684_1139101336185643_4198362507063811144_n.jpg?oh=60f1512376d5a876ef61897f306a8df2&oe=58D2A689

Sebelum kita masuk lebih dalam kosmogoni (penciptaan alam semesta), ada baiknya kita meninjau apa itu kosmogoni terlebih dahulu. Kosmogoni adalah sebuah konsep yang baru belakangan ini dianggap sebagai cabang ilmu tersendiri, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Kosmogoni sebagai sebuah ilmu pengetahuan (science) berbeda sekali dengan kosmogoni yang ditemukan dalam banyak mitologi kuno. Hingga saat ini manusia masih menggunakan sebab-akibat dan verifikasi dari hukum sebab-akibat tersebut. Hal ini sebenarnya menggambarkan keterbatasan pikiran manusia sendiri saat ini, yang tidak bisa menggambarkan hukum di luar sebab-akibat. Hal ini bukan tidak mungkin adalah pengaruh dari perkembangan agama monoteistik yang mengajukan konsep Satu Tuhan, sebagai Prima Causa, The Supreme Cause. Konsep ini kemudian berkembang menjadi sebuah metafisika yang mendasari semua pikiran. Selanjutnya perkembangan ilmu pengetahuan selalu memakai hukum sebab-akibat, termasuk dalam menjelaskan kosmogoni. Dengan ini para ilmuwan menolak adanya suatu Intelegansia yang mengawali semua tanpa awal, tanpa sebab, dan dianggap sebagai sesuatu yang absurd dan tidak ilmiah.
Meskipun memakai mitologi sebagai sebuah sumber sebuah ilmu sering dilecehkan oleh para ilmuwan, kita tidak punya pilihan lain, karena kita memang tidak mempunyai sumber lain yang bisa dipakai sebagai rujukan yang kurun waktunya bisa menjangkau masa-masa prasejarah, masa sebelum tradisi tulisan muncul. Saat ini beberapa ilmuwan sudah mulai berani memakai mitologi sebagai awal, atau paling tidak ide dasar untuk memulai sebuah karya ilmiah.
Teogoni: Penciptaan Sang Pencipta
Dalam teks-teks kuno, yang dapat dijumpai dalam Rigveda, mitologi Babilonia, Viking, Celtic, Persia, dll, kosmogoni selalu didahului oleh penciptaan Tuhan-Tuhan Pencipta. Konsep ini dikenal dengan istilah teogoni. Konsep ini bertolak belakang dengan konsep penciptaan agama-agama monoteistik, yang menganggap hanya ada satu Tuhan, yang menciptakan segala-galanya baik yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, yang di langit, di bumi dan di bawah bumi.
Bagi agama-agama politeistik, bukanlah hal yang aneh bahwa Tuhan-Tuhan mereka punya tugas masing-masing, ada yang mencipta, menguasai lautan, daratan, angin, dunia atas, dunia bawah, dan lain-lain. Dan (ini yang sering dilupakan para penganut monoteisme) ada yang menciptakan Tuhan-Tuhan itu, yang Tak Bermula, Tak Bersebab. Kiranya kalau yang Tak Bermula, Tak Bersebab tersebut yang disebut sebagai Tuhan, yang Maha Tinggi, maka para penganut politeisme sebenarnya monoteistik juga.
Menurut, mitologi-mitologi kuno – berlawanan dengan pandangan umum agama-agama monoteistik – Tuhan (Pencipta) bukanlah Yang Pertama, atau The Causeless Cause. Tuhan-Tuhan Pencipta tersebut -“The Gods”- yang sering di-indonesia-kan menjadi Dewa, diciptakan oleh suatu yang lebih tinggi.
Dalam mitologi Viking, digambarkan pada mulanya tiada langit tiada bumi, yang ada hanyalah palung yang tak terselami, Ginnungagap, dan di sana bernaung Alfdaur sumber dari segala sumber, yang tak terciptakan, tak terlihat, dan bila Ia berkehendak maka terjadilah . Dari sumber itu memancar 12 mata air, yang mulanya hanyalah mengalirkan kabut. Semakin jauh dari sumbernya kabut pun menjadi air lalu mulai membeku, memenuhi palung tersebut. Setelah memenuhi palung tersebut sampai ke permukaan, ia pun naik menjadi awan dan setelah terkena “cahaya” lahirlah Ymir, raksasa es, beserta keturunannya, dan seekor sapi yang bernama Audumla, yang menyusui raksasa-raksasa tersebut. Audumla makan dari bunga es dan es membatu yang asin. Suatu hari sewaktu Audumla sedang menjilati es, muncullah mula-mula rambut dari es yang sedang dijilatinya, lalu pada hari kedua kepala, lalu esoknya seluruh badan, dan eloklah rupanya. Namanya ialah Buri, Sang Pembuat. Ia pun mengambil isteri dari putri Ymir, Bestla, dan darinya lahir tiga putra, Odin, Villi dan Ve, (roh, kehendak, dan kemurnian). Pada saat itu kegelapan masih bernaung, para pencipta, Ase belum turun, Yggdrasil, pohon Waktu dan Kehidupan belum tumbuh, langit dan bumi belum terbentuk. Lalu dikisahkan anak-anak Ymir membunuh ayahnya sendiri, dan dari tubuhnya terbentuklah daratan, dari tulangnya pegunungan, dari darahnya mengalirlah lautan, dari rambutnya tumbuh pohon-pepohonan, dari tengkoraknya jadilah langit, dari otaknya awan, dan dari pelupuk matanya terbentuklah Midgard, tempat manusia bernaung kelak.
Cerita yang sama dapat dijumpai juga dalam mitologi Yunani, yaitu Zeus (Romawi: Jupiter) bapak para dewa Yunani yang membunuh ayahnya sendiri Kronos, (Romawi: Saturnus) yang artinya adalah Waktu. Demikian pula dalam mitologi Babilonia, yaitu Marduk bapak para dewa Babilon yang membunuh Tiamat yang badannya kemudian hancur dan menjadi alam semesta. Brahma dalam tradisi Hindu juga digambarkan sebagai putra dari Kala (Sang Waktu).
Kiranya jelas bahwa teogoni adalah suatu konsep yang sangat lazim pada agama-agama politeistik dan menjadi sesuatu yang ditinggalkan begitu mulai berkembangnya monoteisme.
Kosmogoni: Penciptaan Alam Semesta
Agama-agama monoteistik dan juga ilmu pengetahuan sekarang banyak membahas tentang kosmogoni. Kosmogoni tentunya juga dapat kita jumpai dalam mitologi-mitologi kuno. Uniknya, terdapat persamaan-persamaan mendasar dari tradisi monoteisme dan politeisme, yang menunjukkan akar yang sama. Hal tersebut salah satunya adalah “Tujuh Penciptaan”.
Vishnu Purana Dalam Vishnu Purana , tujuh penciptaan digambarkan sebagai berikut:
1. Mahat-tattva, penciptaan Roh Semesta, Kesadaran Ilahi. Pada roh ini terdapat segala potensi yang dapat berevolusi dengan sendirinya. Sebenarnya sains modern mengenal proses penciptaan mulai dari titik ini, yang disebut dengan “The Big Bang”. Dalam Linga Purana ditulis bahwa yang pertama adalah Mahat, karena That bukan awal, bukan akhir, tapi “Segala”.
2. Bhuta atau Bhutasarga, penciptaan elemen, diferensiasi pertama dari Roh Semesta. Pada periode ini tercipta Tanmatras (elemen-elemen awal), berupa Purusha (bentuk), Pradhana (chaos) dan Kala (waktu). Pada saat ini juga terbentuk hirarki kedua yaitu Dhyan Chohan sebagai awal dari rupa. Dalam bahasa sains, “Atom mulai terbentuk”.
3. Indriya atau Aindriyaka, evolusi organik, perkembangan dari elemen dasar mengikuti hukum-hukum alam. Penciptaan ini adalah penciptaan Aindriyaka (indra atau rasa). Periode ini mengakhiri Prakrita (primer), yaitu perkembangan diskrit (terbatas) dari indiskrit (tak terbatas) mengikuti hukum-hukum alam. Ilmu pengetahuan modern masih belum menjamah hal ini, karena ilmu psikologi and fisiologi baru mulai merambah teori-teori tentang rasa atau indra, yang sebenarnya merupakan realitas yang berbeda dengan realitas fisik seperti yang diduga oleh kebanyakan orang.
4. Mukhya, penciptaan badan “tak bergerak”. Dalam sistem filosofi Hindu tidak ada istilah anorganik, seperti halnya dikenal dalam ilmu pengetahuan modern. Semua zat adalah hidup. Yang dimaksud dengan badan “tak bergerak” di sini adalah tumbuh-tumbuhan. Dapat dilihat di sini bahwa tahap ini berada di tengah-tengah. Tiga penciptaan sebelumnya (Prakrita) telah mengembangkan elemen-elemen dasar sehingga pada periode ini mulai menemukan bentuk. Penciptaan berikutnya akan mempersiapkan turunnya kesadaran yang disebut Vaikrita (sekunder).
5. Tairyagyonya, atau Tiryaksrotas, penciptaan “binatang”. Yang dimaksud di sini bukanlah binatang dalam arti sehari-hari, melainkan awal bangkitnya kesadaran. Hal ini dapat dilihat secara samar-samar kalau kita memperhatikan beberapa tumbuhan yang dapat bereaksi.
6. Urdhwasrotas, penciptaan proto-manusia. Merekalah cikal bakal ras pertama, dan juga dikenal dengan Pitris.
7. Arvaksrotas, penciptaan manusia.
Genesis
Kiranya kita dapat melihat paralel-paralel, jika kita membandingkannya dengan Kitab Genesis dari tradisi Yahudi. Bedanya ialah, dalam Genesis penciptaan diciutkan menjadi hanya 6 hari, dan Tuhan beristirahat pada hari ke-7. Dalam Genesis urutannya menjadi:
1. Hari pertama: Allah menciptakan langit dan bumi, lalu terang dipisahkan dari gelap. Genesis langsung masuk pada kosmogoni tanpa menjelaskan dari mana asalnya. Konsep ini yang menjadi patokan agama moneteistik pada umumnya. Yang penting di sini adalah “Kehendak”. Dalam bahasa Latinnya dikenal sebagai Verbum, atau Sabda. Ini paralel dengan Sabda Brahman dalam tradisi Hindu. Energi inilah yang pertama hadir dalam Kosmos. Yang merupakan manifestasi dari pertama dari Parabrahman, yang tak terjangkau pikiran. Tradisi Kabbalah menggambarkannya dengan lebih tepat dengan memberi nama Ain-Soph – dalam bentuk negasi, yang artinya tak terselami, tak dikenali, tak ternamakan – untuk menggambarkan The Causeless Cause, yang kemudian bermanifestasi.
2. Hari kedua: diciptakanlah cakrawala. Cakrawala digambarkan sebagai pemisah yang di atas dan di bawah. Secara geometri dapat digambarkan sebagai lingkaran yang dibagi diameter tepat di tengah. Ini menggambarkan Ibu, yang mengandung semesta dan darinya semua akan terbentuk
3. Hari ketiga: daratan dipisahkan dari lautan, dan biji-biji mulai tumbuh dari muka bumi. Daratan dipisahkan dari lautan, dapat diartikan sebagai pemisahan elemen-elemen dasar. Lalu penciptaan tumbuhan yang paralel dengan penciptaan badan “tak bergerak” dalam Vishnu Purana. Hanya saja tumbuhan di sini sering di salah artikan sebagaimana tumbuhan yang kita lihat sehari-hari, bukan sebagai potensi sebagaimana arti esoteriknya.
4. Hari keempat: diciptakan benda-benda penerang penanda siang dan malam. Agak sulit untuk menjelaskan bagian ini. Yang dimaksud tentunya bukan penciptaan Matahari dan Bulan. Siang dan Malam bisa juga diartikan Kebaikan dan Kejahatan, Panas dan Dingin, Positif dan Negatif, Yin dan Yang.
5. Hari kelima: diciptakan semua binatang di laut, di udara dan di darat. Ini paralel dengan Vishnu Purana pada penciptaan “binatang”. Di sini menarik bahwa binatang juga diciptakan sebelum manusia karena badan binatang dibutuhkan sebelum turunnya kesadaran ke dalam badan tersebut.
6. Hari keenam: diciptakan manusia. Manusia dikatakan diciptakan menurut gambaran Allah, yang jelas sekali digambarkan juga dalam tradisi lain, yang menggambarkan manusia sebagai manifestasi dari Sang Pencipta.
7. Hari ketujuh: Tuhan beristirahat. Terlihat sekali persamaan-persamaan, walaupun sulit dimengerti kalau kita tidak menggunakan perbandingan mitologi.
Kisah penciptaan kiranya dapat dipahami lebih baik jika kita mengikutkan teogoni, bukan hanya kosmogoni sebagaimana umumnya. Teogoni memberikan sebuah “awal”, yang sebenarnya bukan juga awal atau akhir, melainkan awal dan akhir, alpha dan omega. Kegagalan dalam memahami ini berarti juga kegagalan dalam memahami penciptaan secara utuh dan juga berarti kegagalan dalam memahami Sang Penicpta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN BELAJAR AGAMA DARI AL-QUR'AN DAN TERJEMAHNYA

حب النبي : حديث الثقلين (دراسة فقهية حديثية)

نص حزب البحر للشيخ أبي الحسن الشاذلي